Ketua Presidium FPII: Larangan Liputan Sidang Adalah Kudeta Terhadap Demokrasi

SUARA PUBLIK NASIONAL

- Redaksi

Sabtu, 19 April 2025 - 04:10 WIB

5093 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA|  Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) kembali mencederai akal sehat publik. Pasal 253 ayat 3 draf RKUHAP 2025 yang melarang peliputan langsung sidang pengadilan adalah bentuk nyata kemunduran demokrasi dan kebebasan pers yang tak bisa ditolerir. Ini bukan hanya soal teknis peliputan, ini adalah upaya sistematis menutup ruang kontrol sosial terhadap sistem peradilan yang kerap gelap dan timpang.

“Saya menyatakan penolakan tegas terhadap pasal ini. Karena sejatinya, ruang sidang adalah ruang publik. Di sana nasib keadilan diuji, di sana pula aparat negara mempertanggungjawabkan kerja penegakan hukum. Lantas mengapa publik tak boleh tahu secara langsung?.” Ujar Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Dra.Kasihhati saat dikonfirmasi awak media pada Kamis, (18/4/2024).

Menutup Sidang, Menyuburkan Mafia Peradilan

Kita tahu, mafia peradilan bukan cerita fiktif. Banyak kasus yang tiba-tiba melompat logikanya, saksi yang dibungkam, alat bukti yang menguap, dan jaksa yang “lupa” menuntut maksimal. Dalam konteks ini, peliputan langsung sidang adalah senjata utama jurnalis untuk membuka borok-borok hukum yang disembunyikan.

Dengan pelarangan liputan live, kita sedang membuka jalan lebar bagi praktek gelap itu tumbuh subur—di ruang tertutup, tanpa saksi, tanpa kamera, tanpa pertanggungjawaban publik. Kalau ini disahkan, rakyat kehilangan akses ke keadilan yang seharusnya milik mereka.

DPR Main Dua Kaki: Mengaku Demokratis, Tapi Menyusun Aturan Otoriter

Publik harus tahu: proses penyusunan RKUHAP ini tidak transparan dan minim partisipasi. Undangan kepada organisasi masyarakat sipil dan pers hanya sebatas formalitas. Aspirasi ditampung, tapi diabaikan. Pasal larangan liputan tetap bertahan di draf terbaru.

Kasihhati memaparkan Ini bukan ketidaktahuan. Ini adalah sikap sadar: DPR dan pembentuk undang-undang sedang membentengi kekuasaan dari pengawasan publik. Mereka tak ingin kasus hukum elite politik dibuka terang-terangan. Mereka tak ingin kegagalan penegak hukum diviralkan. Ini semacam kudeta diam-diam terhadap prinsip keterbukaan dan kontrol sosial yang dijamin konstitusi.

UU Pers & Konstitusi Dilanggar Terang-terangan

Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang melindungi kerja jurnalistik dari tindakan penghalangan peliputan. Ia juga bertabrakan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh informasi.

Maka jelas, jika pasal ini disahkan, bukan hanya menciderai pers—tapi juga melanggar konstitusi.

Apa yang Belum Terungkap?

Yang belum banyak dibahas adalah siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pasal ini? Apakah ini permintaan dari aparat penegak hukum yang tak ingin wajahnya disorot? Apakah ini kehendak elit partai yang khawatir sidangnya dipantau rakyat? Atau justru skenario untuk membungkam media kritis di tahun-tahun politik ke depan?

Kasihhati menduga, ada “persekongkolan sunyi” antara sebagian elite legislatif dan aparat hukum untuk mengembalikan sistem hukum Indonesia ke era gelap, era tanpa kamera, tanpa catatan, tanpa kontrol.

Sikap Kami Tegas: Lawan!

Forum Pers Independent Indonesia (FPII) menyatakan sikap:

1. Menuntut penghapusan Pasal 253 ayat 3 RKUHAP yang melarang peliputan langsung sidang.

2. Menyerukan aksi solidaritas nasional jurnalis dan media untuk menolak pasal ini.

3. Mendesak Presiden dan Mahkamah Konstitusi untuk tidak membiarkan pasal inkonstitusional ini lolos menjadi hukum positif.

4. Menyatakan siap melakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi bila RKUHAP disahkan dalam bentuk sekarang.

“Kita tidak boleh diam. Karena kalau hari ini jurnalis dilarang meliput, besok rakyat bisa dilarang bicara.” pungkas Kasihhati.

(Eric_Ketua Presidium FPII)

Berita Terkait

Firma Hukum NIP Kritik Mekanisme Voting PKPU: Kreditor yang Sudah Dibayar Tetap Ikut Menolak Damai
Jerry Massie: Pemerintah Pusat Jangan Permainkan Daerah, Empat Pulau Itu Adalah Identitas dan Harga Diri Aceh
Brigjen Pol. Anang Sumpena: Keberhasilan Brimob Lampung Bukti Nyata Dedikasi dan Kapasitas Personel
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi: Prioritaskan Kualitas dan Keberlanjutan Koperasi Desa dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat
WK Langgak Jadi Rebutan: BPKP Sudah Ingatkan, Tapi Mafia Tetap Bermain
Silaturahmi Kebangsaan: Prof. Dr. H. Sufmi Dasco Sosok Penyejuk di Tengah Dinamika Politik
PB PMII Bersama APJATI, Mengajak Generasi Z Untuk Bekerja Ke Luar Negeri Melalui Jalur Resmi
FORMASU JAKARTA Apresiasi Kapolda Sumut Atas Keberhasilan Dalam Pengungkapan Ratusan Kasus Premanisme, Sesuai Arahan Kapolri

Berita Terkait

Minggu, 15 Juni 2025 - 17:09 WIB

100 Napi Narkoba Risiko Tinggi Dikirim ke Nusakambangan, Ditjenpas Tegaskan Tak Ada Ampun bagi Pengedar di Balik Jeruji

Selasa, 3 Juni 2025 - 22:35 WIB

Yudi Suseno Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Forkopimda Demi Kondusifitas Pemasyarakatan Sumut

Senin, 19 Mei 2025 - 01:06 WIB

Aniaya Wartawan, Oscar Sebayang Akhirnya Dijebloskan Ke Penjara Polsek Medan Tuntungan

Senin, 12 Mei 2025 - 22:54 WIB

DPP GARNIZUN Apresiasi Rutan Labuhan Deli Konsisten Bersih Narkoba

Jumat, 9 Mei 2025 - 02:22 WIB

Miris!!! Polsek Medan Tuntungan Tidak Berani Menangkap Pelaku Penganiayaan Wartawan

Jumat, 9 Mei 2025 - 01:44 WIB

Pelaku Penganiayaan Tidak Ditangkap, Korban Akan Surati Presiden RI, Kompolnas, Kapolri dan Kabareskrim !

Selasa, 29 April 2025 - 00:32 WIB

Semangat Baru Pemasyarakatan, Rutan Kelas I Medan Ikuti Tasyakuran Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-61 Secara Virtual

Senin, 28 April 2025 - 23:55 WIB

Semangat Hari Bhakti Pemasyarakatan, Lapas Perempuan Medan Ikuti Tasyakuran HBP Ke-61

Berita Terbaru